Bersih Dusun
Tuksono
Dusun
Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kulon Progo INDONESIA
Desa
Taruban terletak di wilayah Tuksono, Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Wilayah
dusun Tuksono sendiri dahulunya berasal dari dua kelurahan yang digabung
menjadi satu, yaitu dari Kelurahan Kalikutuk dan Kelurahan Kalisana. Di wilayah
ini terdapat satu upacara adat yang dikenal sebagai upacara Bersih Dusun
Tuksono; namun ada juga yang menyebutnya dengan Bersih Desa Taruban. Upacara
adat ini dilakukan satu kali dalam satu tahun oleh warga desa Taruban dan dusun
Tuksono pada bulan Sapar setelah panen pertama; di Tuksono, panenan
terselenggara dua kali. Sedangkan hari dan tanggal pelaksanaan upacara adat
tersebut tidak tetap.
Upacara
bersih desa atau dusun tersebut mempunyai beberapa tujuan penting. Warga
Tuksono ingin bersyukur kepada Tuhan melalui perantaraan para dhayang leluhur
desa yang telah memberikan hasil tani yang berlimpah. Selain itu, upacara adat
ditujukan untuk keselamatan para warga dengan menolak kekuatan–kekuatan gaib,
roh atau arwah, dan makhluk halus yang gentayangan yang mengganggu desa melalui
perantaraan dhayang Eyang Kertayudha. Harapannya adalah agar warga tidak
diganggu.
Tujuan
lain adalah untuk membersihkan halangan atau kesusahan yang ada (resik
sukerta/sesuker) agar kehidupan seluruh warga tenang dan tenteram. Dalam
upacara itu juga terungkap usaha pelestarian pesan para leluhur, Eyang
Kertayudha, untuk selalu menjaga seluruh wilayah desa dari gangguan
ketentraman, baik yang kelihatan maupun tidak kelihatan. Proses upacara adat
Bersih Dusun Tuksono sendiri dibagi dalam dua tahap, yaitu upacara Mboyong Mbok
Sri dan upacara di Sendang Kamulyan.
Upacara
Mboyong Mbok Sri
Upacara Mboyong Mbok Sri ini adalah adat warga yang sebagian besar adalah petani, untuk memuliakan Mbok Sri (Dewi Padi). Setelah panenan pertama (methik), slametan methik (wiwit) biasanya diikuti oleh anak-anak kecil yang membawa ubo rampe seperti janur kuning, kembang setaman, kemenyan, kaca, suri, air kendhi, jajan pasar, bungkusan nasi dan pisang, kemudian dibawa ke areal persawahan.
Upacara Mboyong Mbok Sri ini adalah adat warga yang sebagian besar adalah petani, untuk memuliakan Mbok Sri (Dewi Padi). Setelah panenan pertama (methik), slametan methik (wiwit) biasanya diikuti oleh anak-anak kecil yang membawa ubo rampe seperti janur kuning, kembang setaman, kemenyan, kaca, suri, air kendhi, jajan pasar, bungkusan nasi dan pisang, kemudian dibawa ke areal persawahan.
Setelah
pembacaan mantra, pemimpin upacara memotong padi untuk dibuat menjadi boneka
penganten disebut Parijata atau Pari Penganten, kemudian anak–anak membawa
tangkai padi ke empat pojok sawah tempat padi yang akan dipanen. Sesudah itu
nasi dibagi–bagikan kepada yang mengikuti upacara dengan cara
diperebutkan sedangkan padi yang dibentuk boneka penganten dibawa pulang dengan
digendong dan dipayungi untuk disimpan di dalam lumbung padi (petanen/pedharingan/senthong
tengah).
Masyarakat
Jawa menganggap bahwa lumbung padi ini disediakan secara khusus bagi Mbok Sri
untuk beristirahat, oleh karena itu, ruangan ini disucikan dan tidak boleh
digunakan untuk tidur oleh orang biasa. Di lumbung tersebut, tersimpan juga godhong
kluwih, dhadhap serep, godhong mojo, godhong tebu, godhong jati dan godhong
luh untuk alas dan tutup agar padinya tidak cepat rapuh. Godhong jati
mempunyai maksud agar berhati-hati menggunakan padi yang disimpan di lumbung,
godhong kluwih digunakan sebagai pengawet padi supaya tahan lama.
Rangkaian
sesaji upacara Mboyong Mbok Sri adalah sebagai berikut:
- Sambel Gepleng (dele), untuk menyatukan rasa seperti rasa jauh dekat, rasa pedas asin itu semua satu rasa. Sambel gepleng ini dibuat dari bahan dele, cabe, gereh dengan bermacam–macam rasa dijadikan satu sehingga enak rasanya, mengibaratkan menyatunya warga Tuksono,
- Dhem–dheman yang terdiri dari godhong dhadhap serep, godhong alang–alang, godhong turi, godhong koro, gandhos katul, dimaksudkan agar tentram karena persediaan hasil panan,
- Srabi/Apem mempunyai maksud agar tentram,
- Gudhangan, lauk pauk campuran sayur–sayuran hasil bumi dengan kelapa dimaksudkan agar kita selalu ingat akan hidup kita yang ditopang oleh tumbuhan hasil bumi, dan
- Tukon Pasar sebagai kelengkapan sasaji yang harus disertakan untuk Mboyong Mbok Sri.
- Sambel Gepleng (dele), untuk menyatukan rasa seperti rasa jauh dekat, rasa pedas asin itu semua satu rasa. Sambel gepleng ini dibuat dari bahan dele, cabe, gereh dengan bermacam–macam rasa dijadikan satu sehingga enak rasanya, mengibaratkan menyatunya warga Tuksono,
- Dhem–dheman yang terdiri dari godhong dhadhap serep, godhong alang–alang, godhong turi, godhong koro, gandhos katul, dimaksudkan agar tentram karena persediaan hasil panan,
- Srabi/Apem mempunyai maksud agar tentram,
- Gudhangan, lauk pauk campuran sayur–sayuran hasil bumi dengan kelapa dimaksudkan agar kita selalu ingat akan hidup kita yang ditopang oleh tumbuhan hasil bumi, dan
- Tukon Pasar sebagai kelengkapan sasaji yang harus disertakan untuk Mboyong Mbok Sri.
Upacara
di Sendang Kamulyan
Upacara adat ini diselenggarakan di Sendang Kamulyan sebagai ungkapan syukur atas karunia Yang Maha Agung atas hasil pertanian yang memuaskan. Para warga membawa tumpukan padi dan berkumpul di Sendang Kamulyan. Setelah selesai didoakan, padi tersebut dibagi-bagikan kepada warga yang datang untuk dijadikan benih. Perlengkapan yang harus ada pada upacara ini adalah rokok Srutu dan arak/ciu putih.
Upacara adat ini diselenggarakan di Sendang Kamulyan sebagai ungkapan syukur atas karunia Yang Maha Agung atas hasil pertanian yang memuaskan. Para warga membawa tumpukan padi dan berkumpul di Sendang Kamulyan. Setelah selesai didoakan, padi tersebut dibagi-bagikan kepada warga yang datang untuk dijadikan benih. Perlengkapan yang harus ada pada upacara ini adalah rokok Srutu dan arak/ciu putih.
Rangkaian
sesaji upacara di Sendang Kamulyan:
- Teh ayep dan kopi pahit, untuk para leluhur dimaksudkan agar terhindar dari gangguan roh jahat,
- Rokok srutu dan ciu putih, yang merupakan kesukaan Eyang Kertayuda,
- Rujak madu mangasa, agar selalu segar bugar,
- Rujak buah–buahan hasil tanaman penduduk, maksudnya kebugaran itu diciptakan oleh diri sendiri,
- Nasi gurih dan ingkung, agar segala sesuatunya yang ada di dusun Tuksono tenteram dan segala keinginan warga dikabulkan Tuhan,
- Gedhang Raja setangkep, untuk meluhurkan leluhur, dan
- Tumpeng sebagai lambang kekuasaan Yang Maha Agung.
Sesaji ini dibuat oleh masing–masing kepala keluarga dan selanjutnya dibawa ke rumah Kepala Dusun dan sebagian yang lain dibawa ke Sendang Kamulyan untuk diminta berkah Yang Maha Agung melalui Eyang Kertayuda. Setelah pembacaan doa, pemimpin upacara membagikan sesaji kepada warga, dan pada malam harinya dilaksanakan pergelaran wayang kulit atau kethoprak. Diselenggarakan pula satu kesenian rakyat yang wajib hukumnya, yaitu tayuban (tari tayub) yang konon digemari oleh leluhur warga, yaitu Eyang Kertayuda.
- Teh ayep dan kopi pahit, untuk para leluhur dimaksudkan agar terhindar dari gangguan roh jahat,
- Rokok srutu dan ciu putih, yang merupakan kesukaan Eyang Kertayuda,
- Rujak madu mangasa, agar selalu segar bugar,
- Rujak buah–buahan hasil tanaman penduduk, maksudnya kebugaran itu diciptakan oleh diri sendiri,
- Nasi gurih dan ingkung, agar segala sesuatunya yang ada di dusun Tuksono tenteram dan segala keinginan warga dikabulkan Tuhan,
- Gedhang Raja setangkep, untuk meluhurkan leluhur, dan
- Tumpeng sebagai lambang kekuasaan Yang Maha Agung.
Sesaji ini dibuat oleh masing–masing kepala keluarga dan selanjutnya dibawa ke rumah Kepala Dusun dan sebagian yang lain dibawa ke Sendang Kamulyan untuk diminta berkah Yang Maha Agung melalui Eyang Kertayuda. Setelah pembacaan doa, pemimpin upacara membagikan sesaji kepada warga, dan pada malam harinya dilaksanakan pergelaran wayang kulit atau kethoprak. Diselenggarakan pula satu kesenian rakyat yang wajib hukumnya, yaitu tayuban (tari tayub) yang konon digemari oleh leluhur warga, yaitu Eyang Kertayuda.