acara luwaran


Tidak ada satu pun penduduk Taruban yang tahu kapan Luwaran pertama kali diselenggarakan. Tradisi ini selalu digelar setiap 
tahun dan diteruskan dari generasi ke generasi. Hanya saja, menurut sesepuh adat Taruban Zainuri, warga yang ada saat ini adalah penerus Luwaran generasi ke-30.
Ritual Luwaran berlangsung selama dua hari. Hari pertama, Sabtu lalu, diisi dengan berbagai aktivitas warga mempersiapkan sedekah 
hantaran dan pertunjukan tari tayub di malam hari. Keesokan pagi, warga ramai-ramai membawa sedekah yang berisi aneka penganan 
tradisional dan ingkung ayam (ayam yang dimasak utuh) dalam kirab budaya.
"Jumlah ingkung ayam bisa bertambah sesuai dengan jumlah nazar yang diucapkan setiap keluarga. Setelah dikirab, sedekah ini akan 
dinikmati bersama atau dibagi-bagikan kepada warga lain yang mungkin kondisi perekonomiannya lebih rendah," tutur Zainuri.
Minggu pagi, kirab mengambil start dari rumah Kepala Dusun Taruban, lalu menuju Sendang Kamulyan guna mengambil air suci, dan terakhir berdoa bersama di makam Ki Joko Tarub, salah satu sosok legenda lain yang pernah hidup di tanah Taruban.
Tidak banyak kisah mengenai Ki Joko Tarub, tetapi sosok ini dipercaya telah berperan banyak dalam pengembangan Dusun Taruban hingga warganya menjadi sejahtera dan makmur. Untuk mengenang jasa Ki Joko Tarub, namanya diadaptasi menjadi nama dusun.
Selain di kedua lokasi keramat tersebut, masih ada enam tempat keramat lain di Dusun Taruban yang juga disinggahi saat kirab 
budaya, tetapi hanya wajib bagi para tetua adat. Keenam lokasi itu, antara lain Sendang Preh, Sendang Mursinung, Sendang Murngipik Rejo, Petilasan Siwungu, Petilasan Lumpang Kenteng, dan Petilasan Baru Klinting.
"Seluruh tempat keramat itu masih terjaga kelestariannya sampai sekarang karena sisa uang nazar yang terkumpul untuk membayar penari tayub selalu dialokasikan untuk membenahi prasarana tempat keramat," ujar Zainuri.
Dalam kata sambutannya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kulon Progo Bambang Pidegso yang malam itu hadir mewakili Bupati Kulon Progo Toyo Santoso Dipo mengatakan bahwa tradisi Luwaran harus terus dipertahankan sebagai kekayaan budaya asli Kulon Progo. Pemerintah daerah pun telah berkomitmen untuk mendukung pelestarian ini, terutama dari segi bantuan finansial.
Kekhawatiran Pemerintah Kabupaten Kulon Progo akan musnahnya tradisi Luwaran sesungguhnya tidak perlu. Sebab, tradisi yang 
mengakar dari kepercayaan lokal ini sudah bertahun-tahun melekat kuat di diri setiap warga Taruban.
Tradisi ini selalu diteruskan secara lintas generasi, di saat seluruh keluarga berkumpul untuk bersama-sama melunasi utang nazar 
yang pernah terucap. Luwaran telah menyatukan warga Taruban dan karenanyalah ia mampu bertahan.