legenda joko traub versi semarang

SEJARAH SINGKAT KI AGENG TARUB

kami mengambil dan mencopy dari cerita joko tarub di semarang sebagai perbandingan 
PENGANTAR PENULIS
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Taufik serta Hidayahnya. Sehingga pada kesempatan ini dapat kami persembahkan sebuah tulisan sejarah ringkas KI AGENG TARUB yang dimakamkan di desa Tarub Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan Propinsi Jawa Tangah.
Sejarah ini berisi cerita tentang berbagai persoalan yang mampu menimbulkan daya khayal, daya kagum dan juga sekaligus daya kritik bagi masyarakat, mulai dari anak-anak yang seang tumbuh remaja sampai yah sudah dewasa.
Dalam Sejarah ini mengajarkan budi pekerti terselubung yang seolah-olah penuh rahasia, tetapi jika jeli dan pandai menangkap isi yang tersirat didalamnya serta mampu menangkap rahasia yang terselip dibalik sejarah tersebut, maka kita akan beruntung karena dapat menemukan nilai-nilai luhur peninggalan nenek moyang atau Leluhur kita yang sangat berharga ini.
Dalam Sejarah KI AGENG TARUB yang konon berhasil menikah dengan bidadari ini disajikan kepada para pembaca dengan tujuan agar generasi muda dapat mengenal suatu hal yang sebenarnya terjadi bukan hanya cerita fiktif belaka dan ini salah satu asset budaya bangsa kita yang patut kita uri-uri dan kita pelihara keberadaannya. Dari sejarah ini juga kita dapat memetik hikmah dan pelajaran yang berisi pendidikan Agama Islam dan juga pelajaran Budi Perkerti yang luhur dan nyaris punah dari hadapan kita ini.
Di satu sisi figur KI AGENG TARUB juga seorang tokoh di Tanah Pulau Jawa yang menurunkan tokoh-tokoh negarawan, dan tokoh-tokoh agama islam yang tersebar di seluruh tanah Jawa dan bahkan Nusantara tercinta ini.

                                                                        Penulis


                                                            KRT. ASTONO ADIPURO

SITUS MAKAM KI AGENG TARUB :
Situs makam KI AGENG TARUB ( JOKO TARUB ) walau banyak yang mengaku disana sini tapi disini penulis tetap berkeyakinan bahwa situs makam yang asli adalah Makam KI AGENG TARUB yang berada di esa Tarub Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan Propinsi Jawa Tengah.
Sebuah penelitian situs makam KI AGENG TARUB yang pernah dilakukan oleh Ibu AMBAR WIDYAWATI Alumnus UNES Tahun 2003 yang sekarang sebagai Pengajar di sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri, sekitar 8 tahun lalu melakukan penelitian situs makam KI AGENG TARUB se EKS Karesidenan se Jawa Tengah beliau bersama mantan Dosennya Bapak SUKADARYANTO menuturkan ada 5 situs di jawa Tengah antara lain :
1. Di Desa Tarub Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan.
2. Di Desa Sani Kabupaten Pati.
3. Di Desa Tarub Kabupaten Karanganyar.
4. Di Desa Tarub Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.
5. Di Desa Bulupitu Kecamatan Kutowinangun Kabupaten Kebumen.
Namun menurut beliau situs Makam Ki Ageng Tarub yang asli adalah situs makam yang berada di Desa Tarub Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan.
Disamping dari hasil penelitian yang dilakukan Ibu AMBAR tersebut untuk menambah keyakinan bahwa makam KI AGENG TARUB yang asli ada di Desa Tarub Kecamatan Tawangharjo Grobogan adalah setiap tahun di laksanakan Haul Ki AGENG TARUB selalu di hadiri dari Jajaran Karaton Surakarta Hadiningrat seperti Gusti Kanjeng Ratu ( GKR ) Wandansari, Gusti Kanjeng Ratu ( GKR ) Ayu Koes Indriyah, GKR Galuh serta yang lainnya setiap beliau-beliau memberikan sambutan pasti mengatakan bahwa “ Disinilah letak Makam KI AGENG TARUB Leluhur Para Raja Tanah Jawa yang sebenarnya...!!!! kepada para hadirin.





SEJARAH SINGKAT KI AGENG TARUB
Kurang lebih pada tahun 1300 M ada utusan ( Mubaligh ) dari Arab yaitu Syeh Jumadil Kubro beliau mempunyai putri bernama Thobiroh dan Thobiroh mempunyai putra Syeh Maulana Maghribi. Pada saat itu beliau mendapat perintah untuk mengembangkan Syiar agama Islam di Tanah Jawa, karena pada saat itu orang-orang jawa masih memeluk agam Budha serta pada saat itu juga orang-orang jawa masih ahli dalam bertapa dalam hal mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, sehingga orang-orang Tanah Jawa banyak yang istilah jawa disebut “ Ora Tedhas Papak Palu ning Pande “ ( Kebal kulitnya terhadap senjata apapun ).
Kemudian Syeh Maulana Maghribi mulai memasukkan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat Jawa dalam berKhalwat untuk mendekatkan diri kepada ALLAH dengan cara bertapa pula sehingga seperti budaya masyarakat Jawa yang masih beragama budha dengan maksud untuk menarik perhatian masyarakat jawa untuk bias memeluk agama Islam. Namun cara bertapa yang dilakukan oleh Syeh Maulana Maghribi lain dengan cara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa umumnya, Syeh Maulana Maghribi dalam bertapa dengan cara naik ke atas pohon dengan menggelantungkan badannya seperti kelelawar cara seperti ini oleh masyarakat Jawa disebut dengan bertapa Ngalong ( Kalong ) kemudian dalam bertapa Syeh Maulana Maghribi bertemu dengan putrid Bupati Tuban I yang bernama DEWI RETNO ROSO WULAN adik perempuan R. Sahid ( Sunan Kalijaga ). Yang saat itu Dewi Retno Roso Wulan diperintah oleh Ayahandanya Adipati Wilotikto untuk melakukan bertapa Ngidang dengan cara masuk hutan selama 7 tahun tidah boleh pulang dan tidak boleh makan kecuali makan daun-daun yang berada di hutan.
Perintah bertapa ini dilakukan oleh Dewi Retno Roso Wulan agar supaya cita-citanya untuk bertemu dengan kakaknya Raden Sahid dapat terwujud. Namun dalam proses pencarian R. Sahid berjalan ia bertemu dengan Syeh Maulana Maghribi, pertemuan ini terjadi pada saat masih menjalankan bertapa, dan dari pertemuannya ini mereka terjalin rasa saling mencintai dan saling ada kecocokan yang akhirnya menjadi suami istri . Pertemuan keduanya yang sudah menjadi suami istri, dilanjutkan dengan pulang ke Adipati Tuban untuk menghadap Ayahandanya, tetapi Dewi Retno Roso Wulan yang sudah dalam keadaan hamil pulang seorang diri dan tidak bersama suaminya Syeh Maulana Maghribi. Sesampainya di Kadipaten Tuban Dewi Retno Roso Wulan ditanya oleh Ayahandanya “ Siapa Suamimu, sehingga kamu pulang dalam keadaan hamil? “
Saat ditanya Dewi Retno Roso Wulan diam tidak menjawab karena rasa takutnya kepada ayahandanya, akhirnya Dewi Retno Roso Wulan kembali ke hiutan untuk mencari suaminya yaitu Syeh Maulana Maghribi ayah dari anak yang dikandungnya itu. Ditengah perjalanannya Dewi Retno Roso Wulan melahirkan seorang bayi laki-laki yang keliahatan lucu, tempat dimana Dewi Retno Roso Wulan melahirkan bayi itu sampai sekarang diberi nama Desa BABAR.
Setelah si Jabang bayi lahir niat untuk mencari Syeh Maulana Maghribi ayah dari bayi itu oleh Dewi Retno Roso Wulan tetap dilanjutkan dan saat mencari ayah si bayi Dewi Retno Roso Wulan masih dalam keadaan bertapa. Kemudian bayi di letakkan di Sendang ( Mata Air. Red ) dekat Syeh Maulana Maghribi bertapa diatas pohon Giyanti. Setelah melihat istrinya datang dengan bayinya Syeh Maulana Maghribi turun dari pertapaannya untuk menimang bayi yang putranya sendiri hasil pernikahannya dengan Dewi Retno Roso Wulan, entah ada rahasia apa yang kemudian bayi itu dibuatkan tempat yang sangat indah dan terbuat dari emas yang disebut BOKOR KENCONO.

Sementara itu Dewi Kasihan ditinggal wafat suami tercintanya yang bernama Aryo Pananggungan dan belum dikaruniai keturunan, karena sayangnya Dewi Kasihan terhadap suaminya walau sudah wafat setiap malam ia selalu menengok makam suaminya. Pada saat itu Syeh Maulan Maghribi membawa putranya yang telah dimasukkan ke Bokor Kencono kemudian diletakkan didekat makam Aryo Pananggungan tersebut.
Di malam itu juga kebetulan Dewi Kasihan keluar dari rumah menengok arah makam suaminya, ternyata didekat makam suaminya ada Bokor Kencono yang sangat indah tersebut dan ternyata didalamnya ada bayi yang sangat mungil dan sangat lucu.
Disaat itu pula Dewi Kasian sangat terperanjat hatinya ketika melihat si jabang bayi, lalu diambilnya jabang bayi itu lalu dibawa pulang. Kabar mengenai orang meninggal bias memberikan anak pada istri jandanya telah tersiar sampai kepelosok negeri.
Masyarakat berbondong-bondong ingin melihat kebenaran berita tersebut. Akhirnya Dewi Kasihan yang semula tidak memiliki harta benda namun dengan adanya kabar tersebut yang bisa mendatangkan banyak orang dan banyak memberikan uluran tangan kepada Dewi Kasihan sehingga lambat laun Dewi Kasihan menjadi kaya raya berkat uluran tangan dari orang-orang yang dating melihat bayi tersebut. Jabang bayi tersebut oleh Dewi Kasihan diberi nama JOKO TARUB.
Nama JOKO TARUB diambil dari kata TARUBAN yang diatas makam suaminya, karena saat jabang bayi diambil Dewi Kasihan berada diatas makam ARYA PENANGGUNGAN atau suaminya, dimana makam tersebut dibuat bangunan TARUBAN.
Pada usia kanak-kanak JOKO TARUBmempunyai kegemaran menangkap kupu-kupu di lading, setelah dewasa JOKO TARUB mulai berani masuk hutan untuk mencari burung-burung dihutan pada suatu saat Joko Tarub sedang mencari burung dihutan Joko Tarub bertemu dengan orang tua yang memberikan bimbingan ilmu Agama dan diberi aji-aji ( Pusaka. Red ) yang diberi nama “ TULUP TUNJUNG LANANG “.
Diwaktu mendapat pusaka berupa tulup tersebut JokoTarub langsung bergegas pulang untuk menyampaikan berita tersebut kepada ibu asuhnya yakni Dewi Kasian,selain itu juga Joko Tarub bercerita bahwa di tengah hutan Joko Tarub telah berjumpa dengan orang yang sudah sangat tua, dalam pertemuannya itulah Joko Tarub diberi Pusaka berupa sebuah TULUP ( Sumpit. Red ) yang diberi nama “ TULUP TUNJUNG LANANG “, mengingat rasa sayangnya kepada Joko Tarub anak satu-satunya Dewi Kasihan tidak memperbolehkan lagi Joko Tarub pergi ke hutan untuk mencari burung, mereka khawatir kalua anak satu-satunya ini diterkam binatang buas atau dibunuh orang yang tidak senang dengan Joko Tarub. Namun Joko Tarub tidak takut lebih-lebih sekarang dia telah memiliki bekal pusaka Tulup Tunjung Lanang, maka Joko Tarub masih saja senang masuk hutan untuk berburukususnya burung-burung.
Kebiasaan berburu burung tetap saja dilakukan oleh Joko Tarub sehingga pada suatu ketika saat Joko Tarub sampai di atas pegunungan, dia mendengar suara burung perkutut yang sangat indah sekali suaranya. Kemudian pelan-pelan Joko Tarub mendekati arah suara burung perkutut itu berada, setelah menemukannya langsung Joko Tarub melepaskan anak tulup itu kearah burung tersebut, namun usahanya gagal. Dan kegagalannya itu membuat si Joko Tarub berfiki dan beranggapan bahwa burung Perkutut itu pasti bukan sembarang burung atau bukan burung Perkutut biasa.
Usaha berburu burung dilanjutkan hingga terdengar lagi suara burung dari arah selatan, kemudian dia dekati lagi dengan sangat pelan-pelan lalu dilepaskannya lagi anak tulup kearah burung tersebut, akan tetapi tidak mengenainya lagi dan ternyata anak tulup justru mengenai dahan pohon jati dimana burung perkutut itu hinggap dan bersuara. Dan tempat yang ditinggalkan burung perkutut tadi sekarang diberi nama “ KARANG GETAS “.
Usaha berburu burung selalu gagal sehingga Joko Tarub merasa sedih, karena kesedihannya maka Joko Tarub memberinya nama “ DUKUH SEDAH “.
Kemudian terdengar lagi suara burung dari arah yang sama didekati dengan pelan-pelan dan pada posisi yang strategis dan burung dalam keadaan terpojok, maka anak
Tulup pun kembali dilepaskan namun tidak kena lagi dan burung pun terbang kea rah selatan lagi, dan tempat tersebut diberi nama “ DUKUH POJOK “. Akan tetapi Si Joko Tarub pemuda yang tidah mudah putus asa maka upaya memburu burung perkutut tadi terus saja dilakukan. Burung perkutut yang dia buru tadi terbang kea rah selatan terus dan hinggap di sebuah pohon asam, Joko Tarub selalu berusaha melepaskan anak tulupnya kearah burung tersebut akan tetapi usahanya selalu gagal dan burung itu terbang lagi menuju arah selatan terus. Dan tempat burung perkutut hinggap di pohon asam tadi dan tempat yang ditinggalkan diberi nama “ DUKUH KARANGASEM “
Sambil mengejar burung perkutut yang selaluterbang menuju arah selatan Joko tarub sambil merenungi burung tersebut, dalam ucapannya mengatakan ini burung yang wajar ataukah burung yang merupakan godaan? Dan tempat Joko Tarub merenungkan burung tersebut maka diberi nama “ DUKUH GODAN”. Setelah merenung sesaat lantas Joko Tarub kembali bergegas untuk mengejar burung buruannya tadi yang menuju kea rah selatan dan terus keselatan, dan tempat melihat burung terbang menuju arah selatan Joko Tarub memberikan nama “ DUKUH JENTIR”.
Karena kemauannya yang keras Joko Tarub terus berusaha mengejar dan melacak kea rah selatan dimana burung perkutut tadi terbang, ketika saat pencariannya Joko Tarub tiba disuatu tempat yakni SENDANG TELOGO dan di tepi sendang itu Joko Tarub Menancapkan Tulup Pusakanya, karena saat itu tiba waktunya Sholat Dzuhur, sambil istirahat Joko Tarub menuju kearah sendang untuk mengambil air wudlu untuk Sholat Dzuhur. Disaat Joko Tarub berwudlu tiba-tiba datanglah bidadari untuk mandi, saat itu pula ada salah satu pakain dari bidadari yng diletakkan diatas Tulup Pusaka Joko Tarub yang sedang ditancapkan ditepi sendang, setelah habis wudlu dan sholat dzuhur Joko Tarub langsung pulang tanpa membawa buah hasil buruannya kemudian sesampainya dirumah Joko tarub laporan kepada ibunya sambil berkata “ Ibunda saya berburu hari ini tidak mendapatkan satu burung pun, akantetapi saya hanya mendapatkan pakain perempuan yang ditaruh diatas tulup saya dan dia sedang mandi di SENDANG TELAGA……”
Tanpa banyak bertanya sang Ibu langsung menyimpan pakaian tersebut di ruang kusus untuk menumpuk padi ( Lumbung.red ), kemudian Joko Tarub bergegas kembali lagi ke sendang dengan membawa pakaina ibunya, setelah sampai di dekat sendang ternyata para bidadari sudah terbang, dan masih ada yang tertinggal satu bidadari yang masih berada di tepi sendang Telogo dengan menangis sedih sambil berkata “ Sopo sing biso nulung aku, yen wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung tak dadekke bojoku “ artinya “ Barang siapa yang bis menolong aku jika dia perempuan aku jadikan saudaraku dan jika dia laki-laki maka akan saya jadikan suami” disaat itu Joko Tarub mendekat di bawah pohon sambil melontarkan pakaian ibunya tadi, setelah berpakaian bidadari itu langsung diajak pulang ke rumah ibunya dan disampaikan kepada ibunya bahwa putrid ini adalah putri Sendang Telogo.
Sesuai dengan Ikrar atau janji sang bidadari yang menyatakan “ Sopo sing biso nulung aku, yen wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung tak dadekke bojoku “, akhirnya Joko Tarub menikah dengan bidadari yang bernama DEWI NAWANG WULAN. Adapun sendang yang digunakan untuk mandi bidadari diberi nama “ SENDANG TELOGO BIDADARI “ yang berada di DUKUH SREMAN desa POJOK Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Tanah Sendang Telaga Bidadari tersebut milik Keraton SURAKARTA HAININGRAT atau disebut TANAH PERDIKAN, dan sampai saat ini lokasi Sendang Bidadari oleh masyarakat masih dikeramatkan kususnya pada malam 10 Muharam.
Setelah Joko Tarub menikah dengan Dewi Nawang Wulan mendapat gelar KI AGENG atau SUNAN TARUB, beliau menyebarkan Agama islam untuk meneruskan perjuangan ayahandanya yakni Syekh Maulana Maghribi. Dalam pernikahannya beliau dikaruniai seorang keturunan yang diberi nama DEWI NAWANGSIH.
Pada saat masih bayi Dewi Nawangsih mengalami riwayat yang sangat hebat. Dikala Dewi Nawangsih di ayunan, ibunya hendak berangkat mencuci pakaian disungai yang terletak tidak begitu jauh dari rumah kediaman Ki Sunan Tarub berpesan kepada suaminya yakni Ki Ageng Tarub agar mengayun putrinya yang sedang terlelap tidur dan jangan sampai membuka KEKEP ( penutup dandang.red). Berangkatlah Dewi Nawang Wulan untuk mencuci pakaian ke sungai, namun setelah Dewi Nawang Wulan pergi kesuangai rasa ingin tahu Ki Ageng Tarub terhadap pesan istrinya timbul dan semakin penasaran apa yang sebenarnya dimasak oleh istrinya sampai beliau berpesan seperti itu,
kemudian diam-diam Ki Ageng Tarub membuka kekep itu, setelah melihat yang ada dalam kukusan beliau sangat terkejut ternyata yang dimasak istrinya hanyalah seuntai padi. Tidak lama kemudian Dewi Nawang Wulan dating dan langsung membuka masakan tersebut dan ternyata masakan masih utuh berupa padi untaian.
Kemudian Dewi Nawang Wulan bertanya kepada suaminya “ Apakah Ki Ageng membuka kekep itu? “ Dengan jujur Ki Ageng Tarub menjawab “ Ya memang aku membukanya istriku”
Melihat kejadian itu Dewi Nawang Wulan menyadari sehingga beliau meminta kepada Ki Ageng Tarub untuk dibuatkan peralatan dapur yang berupa Lesung, Alu dan Tampah.
Setelah kejadian itu Dewi Nawang Wulan sebelum memasak beras untuk menjadi nasi harus menumbuk padi terlebih dahulu, sehingga lambat laun padi yang berada di lumbung semakin lama semakin habis. Setelah tumpukan padi semakin menipis dan sampai tumpukan yang paling bawah yaitu padi ketan hitam ternyata ada pakainnya yang dulu hilang disaat mandi diletakkan di tepi telaga diatas tulup Jaka Tarub yang kemudian diberikan kepada diberikan kepada ibu Jaka Tarub dan oleh ibu Jaka Tarub diletakkan di bawah tumpukan padi kemudian diambilnya pakaian tersebut oleh Dwi Nawang Wulan dan terus menghadap Jaka Tarub.
Dengan diketemukan pakaian Dewi Nawang Wulan timbullah niat Dewi Nawang Wulan untuk kembali ke asalnya yaitu alam Kawidodaren ( Alam Bidadari ).
Dewi Nawang Wulan sebelum pergi berpesan kepada suaminya si Jaka Tarub, bila putrinya menangis minta disusui agar diletakkan di depan rumah di atas anjang-anjang.
Sesampainya di alam kawidodaren, Dewi Nawang Wulan tidak diterima oleh Ayahandanya karena telah dianggap melanggar Pranatan ( Peraturan. Red ) yang ada di alam kawidodaren, sehingga Dewi Nawang Wulan berniat menuju ke Laut Selatan, sesampainya di Laut Selatan Dewi Nawang Wulan berperang dengan Nyai Roro Kidul sebagai penguasa laut selatan dan akhirnya Nyai Roro Kidul mampu di taklukkan oleh Dewi Nawang Wulan dan akhirnya Laut Selatan menjadi kekuasaan Dewi Nawang Wulan dan Nyai Roro Kidul menjadi Punggawa Dewi Nawang Wulan.
Pada waktu itu kerajaan Majapahit diperintah oleh Prabu Brawijaya V. Sepeninggal permaisuri sang prabu sakit dan tidak mau menduduki kursi kerajaan. Suatu malam sang Prabu bermimpi bila sakitnya ingin sembuh Sang Prabu harus mengawini PUTRI WIRI KUNING, kemudian sang Prabu terbangun dari tidurnya dan memanggil Sang Patih kemudian sang Patih diperintah untuk mengumpulkan semua putrid-putri yang ada di Kerajaan. Setelah putri-putri dikumpulkan oleh sang patih setiap putrid diteliti dan dicocokkan dengan impian sang Prabu. Setelah diteliti satu per satu dan dicocokkan dengan impian sang Prabu ternyata Putri Wiri Kuning adalah pembantu sang Prabu sendiri, kemudian pembantunya di sunting dan di peristri oleh sang Prabu. Dan tidak begitu lama dari Pernikahan sang Prabu dengan Dewi Wiri Kuning nampaklah tanda-tanda kehamilan Dewi Wiri Kuning dan waktu terus berjalan hingga tiba waktunya lahirlah seorang jabang bayi, kemudian sang Prabu memanggil Ki Juru Martani untuk mengasuh dan mendidik bayi tersebut.
Jabang bayi yang telah diserahkan Prabu Brawijaya V kepada Ki Juru Martani adalah seorang anak laki-laki kemudian diberi nama BONDAN KEJAWAN, suatu saat ketika Bondan Kejawan sudah tumbuh semakin besar, tahu bahwa ayah asuhnya hendak membayar pajak ( upeti ) ke Kerajaan majapahit dan saat itu pula Bondan Kejawan juga mendengar ayahnya hendak pergi ke Kerajaan maka Bondan Kejawan berniat akan ikut ayah asuhnya ke Kerajaan, namun oleh ayah asuhnya tidak diijinkan untuk ikut karena dianggap masih terlalu anak-anak takut mengganggu pisowanan ayah asuhnya di Kerajaan.
Dengan tidak diperbolehkannya Bondan Kejawan mengikuti ayah asuhnya pergi ke Kerajaan, Bondan Kejawan nekat lari dulu dan sampailah Bondan Kejawan di Kerajaan Majapahit. Sesampainya di Kerajaan Bondan Kejawan langsung masuk Keraton dan langsung naik di atas kursi Raja, kemudian menabuh bende ( Gong. Red ). Mendengar bende Kerajaan berbunyi Sang Prabu sangat marah kemudian anak itu di tangkap dan dan kemudian dimasukkan ke dalam sel penjara Kerajaan.
Tidak begitu lama dari kejadian itu kemudian datanglah Ki Juru Martani dengan membawa padi yang digunakan untuk membayar Upeti , selesai membayar upeti ( pajak ) kemudia Ki Juru Martani menghadap baginda raja Sang Prabu Brawijaya V dan menanyakan anak kecil yang masuk di kerajaan dan membunyikan bende kerajaan,
kemudian diberitahukan kepada Sang Prabu bahwa anak tersebut diberi nama Bondan Kejawan adalah putra Sang Prabu Brawijaya sendiri yang diasuh oleh Ki Juru Martani.
Sang Prabu sedikit terkejut kemudian memanggil anak kecil tersebut sambil membawa cermin untuk melihat wajah Sang Prabu Sendiri, setelah melihat anak tersebut dan bercermin ternyata raut wajah BONDAN KEJAWAN mirip sekali dengan Raut wajah Sang Prabu Brawijaya V sendiri. Sang Prabu Brawijaya V baru yakin dan percaya bahwa anak tersebut ternyata puteranya sendiri. Selanjutnya Ki Juru Martani diperintah Sang Prabu untuk mengantarkan puteranya kepada saudaranya yaitu Ki Ageng Tarub, agar puteranya diasuh dan dididik agama Islam oleh Ki Ageng Tarub.
Dengan pendidikan ilmu agam islam dan budi pekerti dari Ki Ageng Tarub, maka BONDAN KEJAWAN tumbuh sebagai anak dewasa yang menguasai banyak hal termasuk ajaran agama Islam. Dengan tingkah laku dan budi pekerti yang baik, pengetahuan yang luas serta kepribadian yang matang, timbullah niat BONDAN KEJAWAN untuk berumah tangga.
Karena Bondan Kejawan sudah dewasa menurut Ki Ageng Tarub dia memiliki kepribadian yang baik maka dijodohkan dengan putre Ki Ageng Tarub sendiri yakni Dewi Nawangsih, dan oleh Ki Ageng Tarub BONDAN KEJAWAN disuruh untuk melanjutkan perjuangannya mengembangkan ilmu dan ajaran agama islam.
Dari Pernikahan Bondan Kejawan dengan Dewi Nawangsih beliau dikaruniai keturunan yang di beri nama KI AGENG GETAS PENDOWO, dan kemudian setelah menikah KI AGENG GETAS PENDOWO dikaruniai putera di beri nama KI AGENG SELO ( SYECH ABDURROHMAN ), dari beliaulah terlahir Raja-raja besar di Tanah Jawa.
Setelah KI AGENG TARUB wafat kemudian di makamkan di Desa Tarub Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Dan sampai sekarang makam KI AGENG TARUB banyak di kunjungi para pelaku spiritual yang Ziarah disana dari berbagai daerah di seluruh wilayah Negara Indonesia, bahkan di setiap Tahunnya masih rutin dilaksanakan acara Ritual HAUL KI AGENG TARUB yang selalu dihadiri dari Punggawa Keraton Surakarta Hadiningrat.
Adapun tepatnya Haul Ki Ageng Tarub dilaksanakan tepat tanggal 15 Syafar disetiap tahunnya, adapun acara bulanan rutin berupa Dzikir dan Istigotsah bersama dilaksanakan pada setiap malam Purnama ( tanggal 14 Purnama ).
Demikian sekilas sejarah singkat KI AGENG TARUB yang dapat kami sajikan semoga dengan tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat dipahami tentang siapa JOKO TARUB dan dimana Makam JOKO TARUB? Sebelumnya kami mohon maaf apabila dalam tulisan ini masih banyak kekurangan-kekurangannya.


acara luwaran


Tidak ada satu pun penduduk Taruban yang tahu kapan Luwaran pertama kali diselenggarakan. Tradisi ini selalu digelar setiap 
tahun dan diteruskan dari generasi ke generasi. Hanya saja, menurut sesepuh adat Taruban Zainuri, warga yang ada saat ini adalah penerus Luwaran generasi ke-30.
Ritual Luwaran berlangsung selama dua hari. Hari pertama, Sabtu lalu, diisi dengan berbagai aktivitas warga mempersiapkan sedekah 
hantaran dan pertunjukan tari tayub di malam hari. Keesokan pagi, warga ramai-ramai membawa sedekah yang berisi aneka penganan 
tradisional dan ingkung ayam (ayam yang dimasak utuh) dalam kirab budaya.
"Jumlah ingkung ayam bisa bertambah sesuai dengan jumlah nazar yang diucapkan setiap keluarga. Setelah dikirab, sedekah ini akan 
dinikmati bersama atau dibagi-bagikan kepada warga lain yang mungkin kondisi perekonomiannya lebih rendah," tutur Zainuri.
Minggu pagi, kirab mengambil start dari rumah Kepala Dusun Taruban, lalu menuju Sendang Kamulyan guna mengambil air suci, dan terakhir berdoa bersama di makam Ki Joko Tarub, salah satu sosok legenda lain yang pernah hidup di tanah Taruban.
Tidak banyak kisah mengenai Ki Joko Tarub, tetapi sosok ini dipercaya telah berperan banyak dalam pengembangan Dusun Taruban hingga warganya menjadi sejahtera dan makmur. Untuk mengenang jasa Ki Joko Tarub, namanya diadaptasi menjadi nama dusun.
Selain di kedua lokasi keramat tersebut, masih ada enam tempat keramat lain di Dusun Taruban yang juga disinggahi saat kirab 
budaya, tetapi hanya wajib bagi para tetua adat. Keenam lokasi itu, antara lain Sendang Preh, Sendang Mursinung, Sendang Murngipik Rejo, Petilasan Siwungu, Petilasan Lumpang Kenteng, dan Petilasan Baru Klinting.
"Seluruh tempat keramat itu masih terjaga kelestariannya sampai sekarang karena sisa uang nazar yang terkumpul untuk membayar penari tayub selalu dialokasikan untuk membenahi prasarana tempat keramat," ujar Zainuri.
Dalam kata sambutannya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kulon Progo Bambang Pidegso yang malam itu hadir mewakili Bupati Kulon Progo Toyo Santoso Dipo mengatakan bahwa tradisi Luwaran harus terus dipertahankan sebagai kekayaan budaya asli Kulon Progo. Pemerintah daerah pun telah berkomitmen untuk mendukung pelestarian ini, terutama dari segi bantuan finansial.
Kekhawatiran Pemerintah Kabupaten Kulon Progo akan musnahnya tradisi Luwaran sesungguhnya tidak perlu. Sebab, tradisi yang 
mengakar dari kepercayaan lokal ini sudah bertahun-tahun melekat kuat di diri setiap warga Taruban.
Tradisi ini selalu diteruskan secara lintas generasi, di saat seluruh keluarga berkumpul untuk bersama-sama melunasi utang nazar 
yang pernah terucap. Luwaran telah menyatukan warga Taruban dan karenanyalah ia mampu bertahan.

sekilas sejarah awal mula Taruban versi bapak suryadi




berbagai perbedaan versi tentang asal mula dusun Taruban tak lepas dari pemahaman perbedaan antara legenda dan sejarah tentang siapa joko tarub 
menurut seorang tokoh di dusun Taruban nama Taruban  berasal dari nama tarub dan yang memberi nama adalah Raja mataram pertama , dimulai saat raja mataram mengadakan sayembara benteng mataram ( adon adon),setelah mendapat titah dari raja maka tokoh tokoh di desa ini yang dulunya bernama tegal dan ndeso ,mengadakan rapat yang dipimpin oleh seorang tokoh bernama Ronggo joyo dan Kertoyudo dan diantara yang hadir ada seorang prajurit dari majapahit asal tuban bernama ki kalang (yang nantinya mendapat gelar joko tarub ) setelah mengadakan rapat maka diputuskan tempat adon adon adalah jeblokan ( sekarang menjadi sawah ) dan yang membuat dekorasi ( tarub ) adalah ki kalang yang masih muda dan belum punya istri ,maka sering di sebut dengan joko tarub karena begitu elok tarub yang di buat sehingga membuat raja kagum 
pada zaman itu daerah sini masih berupa tegalan dan sawah dan setiap panen tiba banyak sekali orang dari daerah purworejo terutama ibu ibu dan gadis gadis yang ikut derep (reno ) disini ,karena jarak yang jauh banyak yang menginap dan ikut mandi di sendang ghede ( sekarang mur gedhe / sendang kamulyan ) , ,karena hasil panen yang melimpah ruah maka tiap habis panen di adakan tari tarian persahabatan sebagai tanda syukur (yang sekarang bernama tayub ) lagi lagi ki kalang yang membuat dekorasi ( tarubnya ) karena berkesan dengan tarub dan tayub maka daerah ini kemudian di sebut Taruban , dan cerita legenda joko tarub muncul sehingga salah satu dari gadis purworejo itu jadi istri dari ki kalang (joko tarub ) 
ada sedikit cerita mistik yang sampai saat ini masih jadi cerita turun temurun yaitu zaman dahulu kata orang tua di daerah Taruban ini ada gamelan keramat yang hanya muncul saat ada acara tayub tapi sudah lama menghilang karena salah satu gamelan di curi orang hingga saat ini tak pernah muncul lagi tapi dari beberapa cerita orang yang pernah bertapa dan orang yang punya indra ke 6 sampai saat ini suara gamelan itu masih sering terdengar terutama malam malam tertentu 
acara tayub sampai saat ini masih di lestarikan tiapa tiap habis panen raya
 Perempuan penari tayub sampai sekarang masih dipercaya memiliki daya magis. Yang menjadi mitos kuat, bayi yang dicium sang penari tayub yang sedang pentas akan segera sembuh bila sakit panas. Akan memiliki pamor kecantikan atau kelak si bayi yang memperoleh cium sayang dari penari tayub akan mendapatkan jalan hidup yang mujur. Berbalikan dengan itu, lelaki akan terkuras hartanya karena gandrung atas kecantikan sang penari.
Tayub biasanya pantas menandai sebuah upacara tradisi, seperti upacara Luwaran di malam itu. Sebuah upacara perayaan syukur hasil panen padi pertama. Eyang Kertoyudo menjadi sentral upacara tersebut.
Eyang Kertoyudo dipercaya sebagai cikal-bakal warga Taruban. Meskipun sudah lama meninggal, roh Eyang Kertoyudo dipercaya masih tetap berada di Dusun Taruban. Warga percaya Eyang Kertoyudo bersemayam di mata air Sendang Kamulyan yang berada tepat di tengah dusun.
GS Suryadi, sesepuh adat Dusun Taruban mengatakan setiap saat ada saja warga yang datang ke Sendang Kamulyan untuk berdoa. Mereka umumnya juga bernazar bahwa apabila permohonan mereka terkabul, maka akan ngibing dengan cara membayar penari tayub dan ikut ngibing dalam pentas tersebut.

legenda joko tarub versi lawas


Pada jaman dahulu hidup seorang pemuda bernama Jaka Tarub di sebuah desa di daerah Jawa Tengah. Ia tinggal bersama ibunya yang biasa dipanggil Mbok Milah. Ayahnya sudah lama meninggal. Sehari hari Jaka Tarub dan Mbok Milah bertani padi di sawah.

Pada suatu malam, ditengah tidurnya yang lelap, Jaka Tarub bermimpi mendapat istri seorang bidadari nan cantik jelita dari kayangan. Begitu terbangun dan menyadari bahwa itu semua hanya mimpi, Jaka Tarub tersenyum sendiri. Walaupun demikian, mimpi indah barusan masih terbayang dalam ingatannya. Jaka Tarub tidak dapat tidur lagi. Ia keluar dan duduk di ambengan depan rumahnya sambil menatap bintang bintang di langit. Tak terasa ayam jantan berkokok tanda hari sudah pagi.

Mbok Milah yang baru terjaga menyadari kalau Jaka Tarub tidak ada di rumah. Begitu ia melihat keluar jendela, dilihatnya anak semata wayangnya sedang melamun. “Apa yang dilamunkan anakku itu”, pikir Mbok Milah. Ia menebak mungkin Jaka Tarub sedang memikirkan untuk segera berumah tangga. Usianya sudah lebih dari cukup. Teman teman sebayanyapun rata rata telah menikah. Pikirannya itu membuat Mbok Milah berniat untuk membantu Jaka Tarub menemukan istri.

Siang hari ketika Mbok Milah sedang berada di sawah, tiba tiba datang Pak Ranu pemilik sawah sebelah menghampirinya. “Mbok Milah, mengapa anakmu sampai saat ini belum menikah juga ?”, tanya Pak Ranu membuka percakapan. “Entahlah”, kata Mbok Milah sambil mengingat kejadian tadi pagi. “Ada apa kau menanyakan itu Pak Ranu ?”, tanya Mbok Milah. Ia sedikit heran kenapa Pak Ranu tertarik dengan kehidupan pribadi anaknya. “Tidak apa apa Mbok Milah. Aku bermaksud menjodohkan anakmu dengan anakku Laraswati”, jawab Pak Ranu.

Mbok Milah terkejut mendengar niat Pak Ranu yang baru saja diutarakan. Ia sangat senang. Laraswati adalah seorang gadis perparas cantik yang tutur katanya lemah lembut. Ia yakin kalau Jaka Tarub mau menjadikan Laraswati sebagai istrinya. Walaupun demikian Mbok Milah tidak ingin mendahului anaknya untuk mengambil keputusan. Biar bagaimanapun ia menyadari kalau Jaka Tarub sudah dewasa dan mempunyai keinginan sendiri. “Aku setuju Pak Ranu. Tapi sebaiknya kita bertanya dulu pada anak kita masing masing”, kata Mbok Milah bijak. Pak Ranu mengangguk angguk. Ia pikir apa yang dikatakan Mbok Milah benar adanya.

Hari berganti hari. Mbok Milah belum juga menemukan waktu yang tepat untuk membicarakan rencana perjodohan Jaka Tarub dan Laraswati. Ia takut Jaka Tarub tersinggung. Mungkin juga Jaka Tarub telah memiliki calon istri yang belum dikenalkan padanya. Lama kelamaan Mbok Milah lupa akan niatnya semula.

Jaka Tarub adalah seorang pemuda yang sangat senang berburu. Ia juga seorang pemburu yang handal. Keahliannya itu diperolehnya dari mendiang ayahnya. Jaka Tarub seringkali diajak berburu oleh ayahnya sedari kecil. Pagi itu Jaka Tarub telah siap berburu ke hutan. Busur, panah, pisau dan pedang telah disiapkannya. Iapun pamit pada ibunya.

Mbok Milah terlihat biasa biasa saja melepaskan kepergian Jaka Tarub. Ia berharap anaknya itu akan membawa pulang seekor menjangan besar yang bisa mereka makan beberapa hari ke depan. Tak lama kemudian Mbok Milah masuk ke kamarnya. Ia bermaksud beristrihat sejenak sebelum berangkat ke sawah. Maklumlah, Mbok Milah sudah tua.

Tak memakan waktu lama di tengah hutan, Jaka tarub berhasil memanah seekor menjangan. Hatinya senang. Segera saja ia memanggul menjangan itu dan bermaksud segera pulang. Nasib sial rupanya datang menghampiri. Tengah asyik berjalan, tiba tiba muncul seekor macan tutul di hadapan Jaka Tarub. Macan itu mengambil ancang ancang untuk menyerang. Jaka tarub panik. Ia segera melepaskan menjangan yang dipanggulnya dan mencabut pedang dari pinggangnya. Sang macan bergerak sangat cepat. Ia segera menggigit menjangan itu dan membawanya pergi.

Jaka Tarub terduduk lemas. Bukan hanya kaget atas peristiwa yang baru dialaminya, iapun merasa heran. Baru kali ini nasibnya sesial ini. Hewan buruan sudah ditangan malah dimangsa binatang buas. “Pertanda apa ini ?”, pikirnya. Jaka Tarub segera menepis pikiran buruk yang melintas di benaknya. Setelah beristirahat sejenak, ia segera berjalan lagi.

Nasib sial belum mau meninggalkan Jaka tarub. Setelah berjalan dan menunggu beberapa kali, tak seekor hewan buruanpun yang melintas. Matahari makin meninggi. Jaka Tarub merasa lapar. Tak ada bekal yang dibawanya karena ia memang yakin tak akan selama ini berada di hutan. Akhirnya Jaka Tarub memutuskan untuk pulang walau dengan tangan hampa.

Ketika Jaka Tarub mulai memasuki desanya, ia heran melihat banyak orang yang berjalan tergesa gesa menuju ke arah yang sama. Bahkan ada beberapa orang yang berpapasan dengannya terlihat terkejut. Walaupun merasa heran Jaka Tarub enggan untuk bertanya. Rasa lapar yang menderanya membuat Jaka Tarub ingin cepat cepat sampai di rumah.

Jaka Tarub tertegun memandang rumahnya yang sudah nampak dari kejauhan. Banyak orang berkerumun di depan rumahnya. Bahkan orang orang yang tadi dilihatnya berjalan tergesa gesa ternyata menuju ke rumahnya juga. “Ada apa ya ?”, pikirnya. Jaka Tarub mulai tidak enak hati. Ia segera berlari menuju rumahnya.

“Ada apa ini ?”, tanya Jaka Tarub setengah berteriak. Orang orang terkejut dan menoleh kearahnya. Pak Ranu yang memang menunggu kedatangan Jaka Tarub sedari tadi langsung menghampiri dan menepuk nepuk bahu Jaka Tarub. “Sabar nak..”, katanya sambil membimbing Jaka Tarub memasuki rumah.

Mata Jaka Tarub langsung tertuju pada sesosok tubuh yang terbujur kaku diatas dipan di ruang tengah. Beberapa detik kemudian Jaka Tarub menyadari kalau ibunya telah meninggal. Jaka Tarub tak sanggup menahan air mata. Inilah bukti atas firasat buruk yang kurasakan sejak pagi, pikirnya.

Jaka Tarub tak sanggup berbuat apa apa. Ia hanya termenung memandang wajah Mbok Milah. Cerita Pak Ranu bahwa istrinya yang menemukan Mbok Milah telah meninggal dunia dalam tidurnya tadi pagi tak dihiraukannya. Ia merenungi nasibnya yang kini sebatang kara. Jaka Tarub juga menyesal belum memenuhi keinginan ibunya melihat ia berumah tangga dan menimang cucu. Tapi semua tinggal kenangan. Kini ibunya telah beristirahat dengan tenang.

Sepeninggal ibunya, Jaka Tarub mengisi hari harinya dengan berburu. Hampir setiap hari ia berburu ke hutan. Hasil buruannya selalu ia bagi bagikan ke tetangga. Hanya dengan berburu, Jaka Tarub bisa melupakan kesedihannya.

Seperti pagi itu, Jaka Tarub telah bersiap siap untuk berangkat berburu. Dengan santai ia berjalan menuju Hutan Wanawasa karena hari masih pagi. Ketika sampai di hutanpun Jaka tarub hanya menunggu hewan buruan lewat di depannya. Tak terasa hari sudah siang. Tak satupun hewan buruan yang didapat Jaka Tarub. Ia justru lebih banyak melamun.

Karena rasa haus yang baru dirasakannya, Jaka Tarub melangkahkan kakinya kea rah danau. Danau yang terletak di tengah Hutan Wanawasa itu dikenal masyarakat sebagai Danau Toyawening. Ketika hampir sampai di danau itu, Jaka Tarub menghentikan langkah kakinya. Telinganya menangkap suara gadis gadis yang sedang bersenda gurau. “Mungkin ini hanya hayalanku saja”, pikirnya heran.”Mana mungkin ada gadis gadis bermain main di tengah hutan belantara begini ?”.

Dengan mengendap endap Jaka Tarub melangkahkan kakinya lagi menuju Danau Toyawening. Suara tawa gadis gadis itu makin jelas terdengar. Jaka Tarub mengintip dari balik pohon besar kearah danau. Alangkah terkejutnya Jaka Tarub menyaksikan tujuh orang gadis cantik sedang mandi di Danau Toyawening. Jantungnya berdegub makin kencang.

Jaka Tarub memperhatikan satu satu gadis di danau itu. Semuanya berparas sangat cantik. Dari percakapan mereka, Jaka Tarub tahu kalau tujuh orang gadis itu adalah bidadari yang turun dari kayangan. “Apakah ini arti mimpiku waktu itu ?”, pikirnya senang.

Mata Jaka Tarub melihat tumpukan pakaian bidadari di atas sebuah batu besar di pinggir danau. Semua pakaian itu memiliki warna yang berbeda. “Jika aku mengambil salah satu pakaian bidadari ini, tentu yang punya tidak akan dapat kembali ke kayangan”, gumam Jaka Tarub. Wajahnya dihiasi senyum manakala membayangkan sang bidadari yang bajunya ia curi akan bersedia menjadi istrinya.

Dengan hati hati Jaka Tarub berjalan menghampiri tumpukan baju itu. Ia berjalan sangat perlahan. Jika para bidadari itu menyadari kehadirannya, tentu semua rencananya akan buyar. Jaka Tarub memilih baju berwarna merah. Setelah berhasil, Jaka Tarub buru buru menyelinap ke balik semak semak.

Tiba tiba seorang dari bidadari itu berkata “, Ayo kita pulang sekarang. Hari sudah sore”. “Ya benar. Sebaiknya kita pulang sekarang sebelum matahari terbenam”, tambah yang lain. Para bidadari itu keluar dari danau dan mengenakan pakaian mereka masing masing.

“Dimana bajuku ?”, teriak salah seorang bidadari. “Siapa yang mengambil bajuku ?”, tanyanya dengan suara bergetar menahan tangis. “Dimana kau taruh bajumu Nawangwulan ?”, tanya seorang bidadari kepadanya. “Disini. Sama dengan baju kalian..”, Nawangwulan menjawab sambil menangis. Ia terlihat sangat panik. Tanpa bajunya, mana mungkin ia bisa pulang ke Kayangan. Apalagi selendang yang dipakainya untuk terbang ikut raib juga.

Karena Nawangwulan tidak menemukan bajunya, ia segera masuk kembali ke Danau Toyawening. Teman temannya yang lain membantu mencari baju Nawangwulan. Usaha mereka sia sia karena baju Nawangwulan sudah dibawa pulang Jaka Tarub ke rumahnya.

Akhirnya seorang bidadari berkata “Nawangwulan, maafkan kami. Kami harus segera pulang ke kayangan dan meninggalkanmu disini. Hari sudah menjelang sore”. Nawangwulan tidak dapat berbuat apa apa. Ia hanya bisa mengangguk dan melambaikan tangan kepada keenam temannya yang terbang perlahan meninggalkan Danau Toyawening. “Mungkin memang nasibku untuk menjadi penghuni bumi”, pikir Nawangwulan sambil mencucurkan air mata.

Nawangwulan kelihatan putus asa. Tiba tiba tanpa sadar ia berucap “Barangsiapa yang bisa memberiku pakaian akan kujadikan saudara bila ia perempuan, tapi bila ia laki laki akan kujadikan suamiku”. Jaka Tarub yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik Nawangwulan dari balik pohon tersenyum senang. “Akhirnya mimpiku menjadi kenyataan”, pikirnya.

Jaka Tarub keluar dari persembunyiannya dan berjalan kearah danau. Ia membawa baju mendiang ibunya yang diambilnya ketika pulang tadi. Jaka Tarub segera meletakkan baju yang dibawanya diatas sebuah batu besar seraya berkata “Aku Jaka Tarub. Aku membawakan pakaian yang kau butuhkan. Ambillah dan pakailah segera. Hari sudah hampir malam”.

Jaka Tarub meninggalkan Nawangwulan dan menunggu di balik pohon besar tempatnya bersembunyi. Tak lama kemudian Nawangwulan datang menemuinya. “Aku Nawangwulan. Aku bidadari dari kayangan yang tidak bisa kembali kesana karena bajuku hilang”, kata Nawangwulan memperkenalkan diri. Ia memenuhi kata kata yang diucapkannya tadi. Tanpa ragu Nawangwulan bersedia menerima Jaka Tarub sebagai suaminya.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa rumah tangga Jaka Tarub dan Nawangwulan telah dikaruniai seorang putri yang diberi nama Nawangsih. Tak seorangpun penduduk desa yang mencurigai siapa sebenarnya Nawangwulan. Jaka Tarub mengakui istrinya itu sebagai gadis yang berasal dari sebuah desa yang jauh dari kampungnya.

Sejak menikah dengan Nawangwulan, Jaka Tarub merasa sangat bahagia. Namun ada satu hal yang mengganggu pikirannya selama ini. Jaka Tarub merasa heran mengapa padi di lumbung mereka kelihatannya tidak berkurang walau dimasak setiap hari. Lama lama tumpukan padi itu semakin meninggi. Panen yang diperoleh secara teratur membuat lumbung mereka hampir tak muat lagi menampungnya.

Pada suatu pagi, Nawangwulan hendak mencuci ke sungai. Ia menitipkan Nawangsih pada Jaka Tarub. Nawangwulan juga mengingatkan suaminya itu untuk tidak membuka tutup kukusan nasi yang sedang dimasaknya.

Ketika sedang asyik bermain dengan Nawangsih yang saat itu berumur satu tahun, Jaka Tarub teringat akan nasi yang sedang dimasak istrinya. Karena terasa sudah lama, Jaka Tarub hendak melihat apakah nasi itu sudah matang. Tanpa sadar Jaka Tarub membuka kukusan nasi itu. Ia lupa akan pesan Nawangwulan.

Betapa terkejutnya Jaka Tarub demi melihat isi kukusan itu. Nawangwulan hanya memasak setangkai padi. Ia langsung teringat akan persediaan padi mereka yang semakin lama semakin banyak. Terjawab sudah pertanyaannya selama ini.

Nawangwulan yang rupanya telah sampai di rumah menatap marah kepada suaminya di pintu dapur. “Kenapa kau melanggar pesanku Mas ?”, tanyanya berang. Jaka Tarub tidak bisa menjawab. Ia hanya terdiam. “Hilanglah sudah kesaktianku untuk merubah setangkai padi menjadi sebakul nasi”, lanjut Nawangwulan. “Mulai sekarang aku harus menumbuk padi untuk kita masak. Karena itu Mas harus menyediakan lesung untukku”.

Jaka Tarub menyesali perbuatannya. Tapi apa mau dikata, semua sudah terlambat. Mulai hari itu Nawangwulan selalu menumbuk padi untuk dimasak. Mulailah terlihat persediaan padi mereka semakin lama semakin menipis. Bahkan sekarang padi itu sudah tinggal tersisa di dasar lumbung.

Seperti biasa pagi itu Nawangwulan ke lumbung yang terletak di halaman belakang untuk mengambil padi. Ketika sedang menarik batang batang padi yang tersisa sedikit itu, Nawangwulan merasa tangannya memegang sesuatu yang lembut. Karena penasaran, Nawangwulan terus menarik benda itu. Wajah Nawangwulan seketika pucat pasi menatap benda yang baru saja berhasil diraihnya. Baju bidadari dan selendangnya yang berwarna merah.. !!

Bermacam perasaan berkecamuk di hatinya. Nawangwulan merasa dirinya ditipu oleh Jaka Tarub yang sekarang telah menjadi suaminya. Ia sama sekali tidak menyangka ternyata orang yang tega mencuri bajunya adalah Jaka Tarub. Segera saja keinginan yang tidak pernah hilang dari hatinya menjadi begitu kuat. Nawangwulan ingin pulang ke asalnya, kayangan.

Sore hari ketika Jaka Tarub kembali ke rumahnya, ia tidak mendapati Nawangwulan dan anak mereka Nawangsih. Jaka Tarub mencari sambil berteriak memanggil Nawangwulan, yang dicari tak jua menjawab. Saat itu matahari sudah mulai tenggelam. Tiba tiba Jaka Tarub yang sedang berdiri di halaman rumah melihat sesuatu melayang menuju ke arahnya. Dia mengamatinya sesaat.

Jaka Tarub terpana. Beberapa saat kemudian ia mengenali ternyata yang dilihatnya adalah Nawangwulan yang menggendong Nawangsih. Nawangwulan terlihat sangat cantik dengan baju bidadari lengkap dengan selendangnya. Jaka Tarub merasa dirinya gemetar. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Nawangwulan berhasil menemukan kembali baju bidadarinya. Hal ini berarti rahasianya telah terbongkar.

“Kenapa kau tega melakukan ini padaku Jaka Tarub ?”, tanya Nawangwulan dengan nada sedih. “Maafkan aku Nawangwulan”, hanya itu kata kata yang sanggup diucapkan Jaka Tarub. Ia terlihat sangat menyesal. Nawangwulan dapat merasakan betapa Jaka Tarub tidak berdaya di hadapannya.

“Sekarang kau harus menanggung akibat perbuatanmu Jaka Tarub”, kata Nawangwulan. “Aku akan kembali ke kayangan karena sesungguhnya aku ini seorang bidadari. Tempatku bukan disini”, lanjutnya. Jaka Tarub tidak menjawab. Ia pasrah akan keputusan Nawangwulan.

“Kau harus mengasuh Nawangsih sendiri. Mulai saat ini kita bukan suami istri lagi”, kata Nawangwulan tegas. Ia menyerahkan Nawangsih ke pelukan Jaka Tarub. Anak kecil itu masih tertidur lelap. Ia tidak sadar bahwa sebentar lagi ibunya akan meninggalkan dirinya.

“Betapapun salahmu padaku Jaka Tarub, Nawangsih tetaplah anakku. Jika ia ingin bertemu denganku suatu saat nanti, bakarlah batang padi, maka aku akan turun menemuinya”, tutur Nawangwulan sambil menatap wajah Nawangsih. “Hanya satu syaratnya, kau tidak boleh bersama Nawangsih ketika aku menemuinya. Biarkan ia seorang diri di dekat batang padi yang dibakar”, lanjut Nawangwulan.

Jaka Tarub menahan kesedihannya dengan sangat. Ia ingin terlihat tegar. Setelah Jaka Tarub menyatakan kesanggupannya untuk tidak bertemu lagi dengan Nawangwulan, sang bidadaripun terbang meninggalkan dirinya dan Nawangsih. Jaka Tarub hanya sanggup menatap kepergian Nawangwulan sambil mendekap Nawangsih. Sungguh kesalahannya tidak termaafkan. Tiada hal lain yang dapat dilakukannya saat ini selain merawat Nawangsih dengan baik seperti pesan Nawangwulan

asal usul desa Taruban


bismillahirrohmanirrochim 

puji syukur atas nikmat yang telah dilimpahkan pada kita semua tak lupa sholawat salam untuk Nabi Muhammad SAW yang selalu kita tunggu syafaatnya nanti di akhir masa 
ijinkan aku yang bodoh ini ikut menjadi salah satu penulis blog ,walau banyak salah dan bahasa yang semrawut mohon di maafkan

berbagai cerita dengan berbagai sumber telah kami kumpulkan untuk menyingkap asal usul dusun Taruban
satu sisi di mulai  dari sebuah legenda joko tarub dan sisi lain dari sejarah ki gedhe tarub dan sisi yang lain dari cerita turun temurun tokoh masyarakat
di blog ini akan kami terangkan dengan jelas dan ril apa yang bisa kita terima dengan akal atau yang hanya ilusi pikiran aja
cerita ini di mulai dari
1 babat tanah Taruban
2 penjelasan tentang legenda dan sejarah Joko Tarub
3 napak tilas
4 Ritual adat dan keagamaan
5 tata cara ziarah
semoga bermanfaat
 

Popular Posts

demokrasi

demokrasi
klik gambar